Sejarah Pendidikan: Dari Sistem Kolonial ke Krisis Pendidikan Global
Sejarah pendidikan sering kali dianggap sebagai cerita tentang kemajuan dan pencapaian luar biasa. Namun, ketika kita ppnitulungagung.org menggali lebih dalam, yang kita temukan bukanlah kisah inspiratif tentang perbaikan sistem pendidikan yang merata dan adil, tetapi lebih pada sejarah panjang penindasan, ketidakadilan, dan ketimpangan yang terus berlanjut hingga kini. Sejarah pendidikan lebih sering mencerminkan perjuangan untuk mempertahankan status quo, bukan untuk menciptakan perubahan yang membawa manfaat nyata bagi semua lapisan masyarakat. Mari kita telusuri lebih jauh.
Pendidikan sebagai Alat Penindasan
Pendidikan di masa lalu, terutama pada masa penjajahan, bukanlah untuk membebaskan rakyat dari kebodohan, tetapi untuk mempertahankan kekuasaan penjajah. Sistem pendidikan kolonial, yang diterapkan di banyak negara Asia dan Afrika, dirancang untuk menghasilkan tenaga kerja yang terdidik dan bisa mendukung kekuasaan kolonial. Pendidikan tidak dipandang sebagai hak, melainkan sebagai alat untuk mengendalikan dan menindas masyarakat pribumi. Di bawah sistem ini, hanya sebagian kecil dari populasi yang bisa menikmati pendidikan yang bermutu, sementara sebagian besar lainnya dibiarkan terperangkap dalam kebodohan dan kemiskinan. Dan ironisnya, meskipun zaman telah berubah, banyak dari ketimpangan ini masih ada hingga hari ini.
Krisis Pendidikan yang Tak Kunjung Usai
Masalah ketidakmerataan pendidikan tidak berhenti dengan berakhirnya penjajahan. Setelah negara-negara merdeka, kita berharap akan ada perubahan besar dalam sistem pendidikan yang lebih inklusif dan adil. Namun, kenyataannya, kita hanya melihat pembaruan kosmetik yang tidak menyentuh akar permasalahan. Pendidikan di banyak negara berkembang, meskipun telah mengalami reformasi, masih penuh dengan kesenjangan—baik itu dalam hal kualitas, akses, ataupun kurikulum. Masyarakat yang kurang beruntung terus dirugikan, sementara kelompok elit tetap memegang kendali atas sistem pendidikan yang ada.
Sementara itu, di negara-negara maju, meskipun ada kemajuan yang signifikan, pendidikan tetap menjadi barang mewah yang hanya bisa dijangkau oleh sebagian orang. Perguruan tinggi yang seharusnya menjadi lembaga untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia justru menjadi ladang bisnis yang mengutamakan keuntungan. Akibatnya, pendidikan menjadi komoditas, bukan hak yang harus dijamin oleh negara.
Pendidikan yang Hanya Menguntungkan Elit
Sejarah pendidikan, dari masa kolonial hingga masa kini, juga dipenuhi dengan ketidakadilan dalam distribusi sumber daya. Di banyak tempat, pendidikan berkualitas hanya tersedia untuk mereka yang mampu membayar. Kelas-kelas mahal dengan fasilitas lengkap menjadi hak istimewa orang-orang kaya, sementara anak-anak dari keluarga miskin harus puas dengan fasilitas yang jauh dari layak. Sumber daya yang terbatas, sistem yang tidak mendukung, dan struktur pendidikan yang tidak adil menjadikan pendidikan sebagai jalan satu arah menuju kesenjangan sosial yang semakin lebar.
Kebijakan pendidikan yang hanya menguntungkan segelintir orang ini membentuk masyarakat yang tidak adil. Bahkan di negara-negara yang memiliki sistem pendidikan yang canggih, jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin semakin lebar. Anak-anak yang berasal dari keluarga berpenghasilan rendah sering kali dibiarkan terjebak dalam sistem yang tidak memberi mereka kesempatan yang setara untuk sukses. Padahal, di sisi lain, kelas menengah dan atas terus menikmati keuntungan dari sistem pendidikan yang semakin menjauh dari kenyataan yang dihadapi oleh sebagian besar masyarakat.
Mengapa Sejarah Pendidikan Tidak Berubah?
Meskipun pendidikan telah berkembang sejak masa kolonial, faktanya banyak aspek dari sistem pendidikan yang masih bertahan dan bahkan semakin memperburuk ketidakadilan sosial. Pendidikan yang seharusnya menjadi alat untuk memajukan masyarakat dan menciptakan kesetaraan justru sering kali terjebak dalam kepentingan politik, ekonomi, dan kekuasaan yang mengutamakan elit. Reformasi pendidikan sering kali terhambat oleh kekuatan-kekuatan besar yang lebih memilih mempertahankan struktur yang sudah ada demi keuntungan mereka sendiri.
Dengan begitu, kita harus bertanya pada diri kita sendiri: jika sejarah pendidikan terus berulang dan tidak ada perubahan yang nyata, apakah kita akan pernah melihat sebuah sistem pendidikan yang benar-benar merata dan adil? Mungkin jawabannya, sayangnya, tidak.